Rabu, 20 April 2011

“Hipotesis defisit” untuk Mengontrol Kualitas Sistem

Saya meminjam istilah ini dari sebuah buku berjudul Reorientasi Pendidikan Islam karya Jusuf A. Feisal. Dalam penjelasan yang diutarakannya, hipotesis defisit merupakan suatu anggapan adanya kekurangan (dalam sebuah sistem) jika diukur dengan menggunakan budaya lain. Lebih jelasnya begini… dalam tulisannya tersebut, beliau menjabarkan tentang institusi pendidikan Islam, yang berdasarkan tujuan institusionalnya, bertujuan untuk menciptakan ahli-ahli agama. Namun, ketika institusi pendidikan Islam itu menoleh pada suatu nilai lain diluar institusinya, maka institusi pendidikan Islam tersebut beranggapan perlu untuk menyesuaikan diri. Misal:  sebuah pondok pesantren. Pada awal pendiriannya, pesantren hanya difokuskan pada mencetak ahli-ahli agama. Namun kenyataannya pada saat ini, pendidikan diluar matapelajaran agama pun menjadi arah tujuan institusionalnya. Untuk itulah pesantren adakalanya melakukan perbaikan kurikulum baik dengan menambah beberapa matapelajaran, penyusunan kembali teknis kerja/kegiatan, dan lain sebagainya.

Terlepas dari konteks yang digunakan oleh Jusuf A. Feisal dalam tulisannya, coba hanya gunakan istilah hipotesis defisit tesebut. Saya rasa, konsep hipotesis defisit ini bisa kita pakai untuk melakukan penilaian terhadap sistemyang kita jalankan, yang selanjutnya dari penilaian tersebut dibuatlah kebijakan untuk melakukan pengembangan. Intinya adalah membandingkan sistemyang kita miliki dengan sistemlain ato tata nilai lain yang ada diluar namun masih memiliki keterkaitan dengan sistem
kita. Juga bisa dikatakan melakukan penilaian terhadap kesesuaian output yang dihasilkan dengan tata nilai yang berlaku diluar. Dalam menerapkan konsep ini, sebuah sistem yang kita jalankan akan melakukan penyerapan terhadap hal-hal yang ada dalam sistem lain namun tidak ada dalam sistem kita dan perlu digunakan dalam sistem kita. Bisa jadi hal ini juga akan sama dengan konsep study banding. Entahlah apapun namanya, yang jelas… hmm… melepaskan pikiran untuk sejenak menengok ke dunia luar adalah tidak ada buruknya. Bahkan bagi saya pribadi akan menjadi tolak ukur eksistensi sistem yang kita terapkan.

Tapi juga perlu diperhatikan bahwa melakukan over “hipotesis defisit” bisa mengakibatkan melupakan tujuan primer dari sistemyang anda miliki. Bahkan adanya masukan dari sistemlain bisa mengakibatkan tujuan institusional yang sejatinya menjadi tujuan primer bergeser menjadi tujuan sekuler. Contoh: anda memiliki sebuah institusi pendidikan tertentu. Karena anda melakukan terlalu banyak pembandingan terhadap sistem anda dengan sistem yang lain, bisa jadi kegiatan yang anda lakukan pada institusi anda telah menyimpang jauh dan sebetulnya masuk pada daerah yang bukan menjadi ranah kerja institusi anda. Bahkan, saking banyaknya agenda kegiatan hasil dari hypothesis defisit, anda menjadi lupa dengan kegiatan anda sendiri. Jadi jangan heran kalo ada kampanye parpol masuk kampus. Hihihi… bisa jadi nei karena terlalu hypothesis defisit. Jadi jangan heran pula kalo ada santri yang gak pernah ikut ngaji maupun jamaah sholat di masjid pesantren namun dia sangat aktif menjadi anggota tim sains ato klub bahasa di pesantrennya. Ironis bukan??
Kita boleh beranggapan bahwa hipothesis defisit merupakan hal berkonsep sama dengan study banding. Walaupun secara umum, hipothesis defisit memiliki cakupan yang lebih luas dari sekadar study banding. Namun hal yang terpenting adalah, konsep dari hipothesis defisit bisa digunakan untuk melakukan analisis kekurangan yang ada dalam sebuah sistemyang kita jalankan. Dengan melakukan hipothesis defisit maka kemungkinan adanya perubahan maupun penyesuaian kegiatan dalam sebuah sistemyang kita jalankan. Walaupun demikian, ada pula batasan yang harus dilakukan dalam menerapkan hipothesis defisit agar tidak melupakan beranjak terlalu jauh dari ranah kita sendiri.

0 komentar: