Larangan Merokok sudah menjadi peraturan di sekolah dan merupakan konvensi yang sudah diketahui dan disepakati oleh orang tua, siswa, guru dan tenaga pendidikan, dan masyarakat. Ironisnya, fenomena di negeriku tercinta INDONESIA nei, peraturan tersebut hanya diperuntukkan bagi “kalangan bawah”. Siswa adalah golongan yang termasuk dalam kasta golongan bawah di sekolah. Kalo ada siswa yang kedapatan merokok, baik diluar lingkungan sekolah lebih-lebih didalam sekolah, maka ia akan divonis telah melakukan pelanggaran yang kemudian akan diproses mulai dari tingkat wali kelas, guru BK, dan kepala sekolah. Apabila tetep aja si pelanggar ntuh ngeyel, tak heran bila terbit surat De-O untuk yang bersangkutan. Sekali lagi, tampaknya larangan merokok hanya diperuntukkan untuk kalangan bawah (siswa). Lantas, bagaimana konsekuensi hukum ini terhadap guru-guru?
Semua siswa sudah tahu bahwa mereka dilarang merokok. Tetapi sebagian dari mereka pasti juga akan menjadi bingung memahami nasehat yang berbunyi “merokok dapat merusak kesehatan”. Bagaimana gak bakalan bingung, lha wong suri tauladan, baik ortu yang dirumah atau guru disekolah, yang sejatinya jadi contoh justru melanggar nasihat tersebut. Pantaslah kalo larangan merokok ini benar-benar hanya diperuntukkan untuk kalangan bawah (waaah… dasar nasib. Dimana2 kalangan bawah pasti cenderung dikucilkan…).
Demikianlah fenomena yang ada di negeriku nei. Pada umumnya, larangan merokok itu hanya untuk siswa. Barangkali, karena peraturan dan larangan itu dirancang oleh guru, sehingga yang harus mematuhi hanyalah siswa. Sementara itu, guru-guru itu sendiri seolah-olah memiliki hakuntuk kebal terhadap hukum yang dibuat sendiri. Pantaslah kalo banyak guru yang semau gue merokok dilingkungan sekolah.
Guru perokok yang bersembunyi saat merokok masih bisa dianggap sebagai guru perokok yang memiliki sopan santun. Namun tak sedikit guru yang seolah-olah memperlihatkan kekuasaannya. Misal: dengan entengnya minta tolong kepada siswa untuk dibelikan rokok dan merokok didepan murid dengan seenaknya. Bahkan ada pula guru yang dengan arogannya merokok didalam kelas saat menyampaikan pelajaran yang diampunya. Kalo udah begini, bisa saja berlaku peribahasa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Jika guru memberikan suri tauladan yang jelek, tentu siswa mereka akan bertingkah yang lebih buruk lagi. Bila guru adalah perokok yang hebat disekolah, jangan salahkan siswa jika kelak dia akan menjadi pemakai narkoba dan penenggak minuman keras yang tidak kalah hebatnya dengan sang maestro disekolahnya dulu.
Ini hanyalah wacana yang terbaca oleh anda. Memang perlu disadari, membicarakan tentang rokok, maka akan melibatkan banyak hal dan pula banyak stakeholder yang terlibat didalamnya. Namun ini adalah sebuah wacana yang juga merupakan satu dari beberapa bagian yang mesti disangkutkan untuk dihadirkan ketika membicarakan masalah rokok.
Nb: adapted from a book I’ve read nowadays ==> School Healing menyembuhkan problem sekolah.
0 komentar:
Posting Komentar