Jumat, 06 April 2012

Sepucuk Kembang Sepatu dari Muridku

kembang sepatu dari murid
Hari begitu cerah walaupun hawa dingin menemani perjalanan saya menuju sekolah tempat saya mengajar. Namun hal ini wajib saya syukuri mengingat dibeberapa hari sebelumnya, mentari enggan untuk menghangatkan tetumbuhan dan tanah dibumi. Overall, it’s a nice day.

Semangat untuk rengkuh ridho Ilahi pun tak kenal kata surut ketika deru motor saya memasuki halaman sekolah. Saat itu, hijaunya rerimbunan pohon yang tepat menjadi background sekolah seakan menyambut kedatangan saya. Hari ini, saya memasuki kelas IX yang dalam beberapa hari kedepan akan menghadapi UNAS. Sedianya saya tak memiliki jadwal nge-date dengan para siswa senior sekolah ini. Namun karena yang seharusnya mengisi di kelas IX ini sedang berhalangan, maka saya pun didaulat untuk menjadi babysitter mereka.

Tak ingin menyiakan kesempatan, saya (bersama wajah sumringah saya) berniat berikan drill soal bahasa inggris pada mereka sebagai persiapan UNAS. Namun sial bagi saya, sebagian dari siswa tidak membawa LKS kumpulan soal yang biasa kami pergunakan. Wajar saja sih, kan mereka tak punya jadwal nge-date dengan saya. Wajah sumringah saya sepertinya mulai kecut lantaran sedikit kecewa. Tak selang lama, akal kancil saya pun beraksi menggerakkan saya untuk mengambil beberapa naskah soal UNAS tahun-tahun sebelumnya yang sengaja disimpan. Kegiatan belajarpun dapat terlaksana.

Semenit dua menit tiga menit hingga beberapa menit saya berikan waktu mengerjakan pada mereka. Pembahasan pun saya mulai. Daaaaan, alangkah terkejutnya saya ketika menyadari beberapa siswa sama sekali tidak memahami maksud soal yang diberikan sehingga mereka tak menjawab soal dengan proporsional [baca: seakan-akan ngerjakannya pake ngitung kancing]. Sumpah, saya benar-benar ciut kali ini. Sebenarnya saya sangat kesal karena siswa yang tak paham dengan maksud soal adalah siswa-siswa yang notabene jarang atau bahkan tak pernah mengikuti kegiatan intensif belajar yang diselenggarakan sekolah. Ingin saya tumpahkan kekesalan pada mereka. Namun, rasa kesal saya urung untuk saya keluarkan lantaran saya menyadari bahwa bagi kami (saya dan rekan-rekan guru lainnya) kedatangan siswa ke sekolah saja adalah sebuah anugerah tersendiri. Jadi, tak usahlah menuntut yang macam-macam dulu.

Sejenak saya keluar dari kelas untuk menenangkan diri. Hal yang biasa saya lakukan ketika menemui sesuatu tak berkenan di dalam kelas. Daripada es-mosi [baca: emosi] saya tunjukkan atau lampiaskan pada siswa-siswi, mending saya saja yang sejenak menenangkan diri dibalik pandangan mereka. Seteguk teh manis di meja kantor dan seutas curhat yang saya perdengarkan kepada rekan-rekan guru tentang “kepintaran” siswa kali ini di ruang kantor berhasil meredam emosi saya kali ini. Dan saya pun beranjak untuk kembali ke kelas.
it makes me surprised
Seakan ingin tunjukkan kehebatan dan ketegasan sang pendekar, dari pintu kelas saya pun berujar,“okey class, which number we are now? (okey anak-anak, sampai pada nomer berapa pembahasan kita kali ini?). Mereka terlihat kaget dengan kedatangan saya yang tiba-tiba. Namun, senyum terkembang mereka lemparkan dari raut wajah mereka. Saya terheran dan menengok segala yang melekat pada diri saya untuk memastikan tak ada yang janggal. Tak berhasil menemukan kejanggalan dalam penampilan, saya alihkan perhatian saya pada meja guru yang ada dikelas tersebut. Alangkah surprised diri saya ketika menyadari  adanya sepucuk kembang sepatu lengkap dengan carikan kertas bertuliskan “to: P. Nurish, Ser and seam”.

Seketika saya tak bisa memastikan apa makna dari kembang sepatu bertuliskan pesan itu. Dengan senyum, saya perhatikan sepucuk kembang tersebut dalam-dalam dan butuh waktu bagi saya untuk memahami apa makna dari tulisan tersebut.

Menyerah....!! ya, saya benar-benar menyerah dengan ketidaktahuan saya akan makna tulisan tersebut. Tak ayal, saya pun menanyakan pada mereka tentang siapa pelakunya dan apa maksud dari tulisannya. Ternyata ada seorang siswa yang memiliki ide kembang sepatu tersebut. Dan dari penjelasannya, saya tahu bahwa tulisan “to: P. Nurish, Ser and seam” itu dibaca [to: P. Nurish, Sir Handsome].

Tawa, senyum, haru, malu, bangga, dan lain-lain bercampur aduk dalam diri saya sebagai refleksi terhadap mereka beserta tingkah polah mereka saat ini. Mereka menyadari bahwa tingkah mereka telah membuat gurunya dalam keadaan gak mood atau bahkan boleh disebut galau. Dan mereka menebusnya dengan cara yang benar-benar romantis walaupun dengan keterbatasan yang mereka miliki, secarik robekan kertas dan kembang sepatu. Entah dari mana mereka mendapatkan kembang sepatu. Padahal, disekitar sekolah saya tak menjumpai macam kembang tersebut.

Kini saya benar-benar menyadari bahwa setiap manusia memiliki sisi lembutnya tersendiri dan itu membuat mereka bisa merasakan apa-apa yang terjadi disekitarnya serta meresponnya dengan cara yang saya sebut "romantis".

Terima kasih atas kembang sepatu yang kalian berikan pada saya. Semoga ilmu kalian kelak  bermanfaat seperti manfaat mekarnya bunga pada setiap tetumbuhan. amiin. 

4 komentar:

azzaitun mengatakan...

wah pak guru, kudu punya sabar yang berlipat ganda ya :)
so sweet itu murid-muridnya :D

nurish shufi mengatakan...

dalilnya bilang bukan hanya untuk profesi guru, tapi untuk tiap manusia (semua profesi). ahahaha...

iyaa, jarang2 mereka gini. yang lebih sering adalah so beringas than so sweet. ckckck...

Dini Rosita Sari mengatakan...

Saya juga mau dong dapat surat cinta dari murid-murid tercinta..hehe

nurish shufi mengatakan...

ada yang mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran, hubungan batin [dalam konteks islam biasa disebut shilah ruhiyah) haruslah tercipta antara guru dan murid. nah, sepertinya murid saya yang bernama Mohammad Sholeh telah membantu saya menciptakan shilah ruhiyah ini dengan kembang sepatu lengkap dengan secarik kertas berpesan-nya. ahahaha... ntar tak minta dia kirim juga ke samean mbak.. wkwkwk...