Rabu, 27 Juli 2011

Jembatan Tukad Bakung - Catatan Perjalanan


Jembatan Tertinggi se-Asia

Jalan nan panjang dan jauhnya jarak pun kami tempuh. Semakin banyak roda berputar, semakin tinggi angka bersatuan meter dpl. Dibeberapa jarak, jalan tidak lagi mulus semulus kulit apel america, melainkan berlubang-lubang laksana bercak-bercak dikulit berpanu-kadas. Tapi hal itu tidak menjadikan diriku meninggalkan kesan bahwa perjalananku kali ini tidaklah menarik. Justru sebaliknya,
ini merupakan bumbu tersendiri dari sebuah perjalananku bersama tiga orang yang lain untuk melihat maha karya anak bangsa berupa jembatan tertinggi se-Asia. Bagiku, inilah rahmat yang telah disediakan oleh Tuhan melalui penciptaan alamNya nan elok memikat. Apalagi, disepanjang 10km sebelum "d'spot", udara dingin khas perbukitan lengkap beserta aroma harum kembang kopi turut mengiring deru mesin dua kuda besi yang kami tunggangi.

Disepanjang perjalanan pun saya berpapasan dengan konvoi2 puluhan geng motor. Serasa ingin tunjukkan sisi maskulinitasnya, mereka pun menarik-ulur pemicu gas motor kebanggaan mereka nan hasilkan kebringasan suara mesin bak monster yang berkoar tatkala kehilangan santapan pagi. Tak luput pula utk tunjukkan identitasnya, mereka pun  mengenakan atribut kebesaran mereka masing2 dengan wana-warninya yang mencolok; hijau, ungu, biru laut, putih, oranye, hitam, dan busana ala punk. Pada awalnya saya tiada tahu-menahu utk alasan apa pada hari ini mereka berkonvoi diwaktu yang hampir bersamaan dan dijalanan yang sama. Namun akhirnya, kami pun tahu tentang gerangan apa mereka berkonvoi2 ria. Tak lain si ketua DPRD yang mengutarakan pada kami bahwa hari ini adalah hari "pesta muda-mudi" ketika kami menyempatkan diri singgah di istananya.

Sesaat ketika mata saya dapat menangkap view sebuah bangunan penghubung dua area, ketakjuban saya tiada dapat dsembunyikan. Adonan semen yang telah membatu ini layak menjadi karya kebanggaan anak negri. Bangunannya kokoh tak tertandingi sebagaimana motto  sponsor yang ada d salah satu sisi jembatan. Sebenernya, tanpa mengukurnya pun saya sudah tau kalo jembatan nei adalah jembatan tertinggi yang pernah saya lihat selama ini. Layaknya jerapah dengan kakinya yang bongsor, jembatan ini pun memiliki kaki yang tinggi panjang menjulang tak tergoyahkan menancap pada bumi. Namun otak penasaran saya tidak mau diajak kompromi utk tidak mencoba mengukurnya. Saya pun berdiri disisi tepat diatas kaki yang paling tinggi. Hembusan angin lembah terasa dingiin dan sepertinya membuat saya sangat merinding berada ditepi jembatan ini. Saya lemparkan bongkol jagung rebus ke bawah sambil menghitung lamanya si bonggol jagung terbang hingga menyentuh dasar sungai, lebih tepatnya hingga hilang dari tangkapan dua mata saya. Tepat sekitar 9 detik. Seandainya kecepatan rata2 jatuhnya bonggol itu adl 8 m/det, maka kira2 tinggi jembatan nei adalah 8 m x 9 detik= 72 meter. Waow... Angka yang cukup fantastis. (Tp masih lebih fantastis otak si pengukur... Ahaha..).

Terlepas dr validitas data yang saya buat tentang tingginya jembatan, saya benar2 takjub dengan jembatan tertinggi ini. Tapi sayangnya, sampah berserakan tiada teratur. Nggarai gatel pada mata saya. Ihihi…


Belum puas menikmati pesona jembatan, saya pun duduk disisi pedistrian yang tersedia di sisi jalan diatas jembatan. Layaknya sebuah catwalk, jalanan diatas jembatan nei pun dijadikan tempat atraksi motor. Unik dan menegangkan saya rasakan ketika menonton pertunjukan sukarela dr beberapa geng motor. Tidak hanya kaum adam saja yang menampilkan atraksi, para bidadari pun tak mau kalah. Dan riuh tepuk tangan juga kerap mewarnai penutup atraksi mereka. Pantas saja area jembatan nei menjadi tempat berkumpulnya muda-mudi dikala hari libur nei. Oiya, hari tepat saya berkunjung nei adalah satu hari diantara dua hari libur yang disediakan guna menyambut hari raya galungan dan kuningan yang dirayakan oleh sebagian besar dari mereka para muda-mudi. Sepertinya ada infiltrasi budaya antara budaya benuansa kuno religius terwakilkan galungan dan budaya modern techno terwakilkan deru mesin motor. Ahaha... 

Matahari mulai menghilangkan  sinar untuk keberadaan kami diatas jembatan. Seketika itu pun kami harus lekas beranjak dengan sejuta ketakjuban akan maha karya anak negeri. Reportase pun harus segera diserahkan utk mengisi halaman surat kabar dikeesokan pagi. Inilah yang ada diotak dua orang "pemandu" saya. Seandainya saya punya kesempatan untuk membubuhkn tulisan pada jembatan ini, saya akan menulis "aku bangga pada negeriku". Eiisiiih...   

0 komentar: