Selasa, 19 Juli 2011

Drama Jam Arab (catatan perjalanan)

 …
Orang 1
:
“permisi… siapa yak tadi yang laporan barangnya hilang??”
Orang 2
:
“Saya mas…” (terdengar lirih dari tempat duduk di barisan belakang bus)
Orang 1
:
“kok bisa mas?? Gimana samean itu… dari mana samean?? Dari Sumatra yah?? Kok bisa seh??” (seperti berondongan peluru yang dilepaskan untuk musuh disaat perang Badar -->emang ada peluru diperang Badar?).
Orang 2
:
“iya mas. Saya dari Sumatra. Ndak tau gimana hilangnya. Tadi saya tidur dan … bla… bla… bla…”.
Orang 1
:
“wadoooh… gimana samean nei mas.. mau kemana samean?? Ndak usah takut, saya pengawas bus ini.”
Orang 2
:
“mau ke situbondo mas…”
Orang 1
:
Waaaah.. nei bukan ke situbondo mas. Nei ke Bali, lewat gumitir. Ndak ke situbondo nei mas. Salah samean.
Orang 2
:
“hahh… haduh.. gimana nei mas. Saya ndak punya uang lagi.
Orang 1
:
“yawes… samean ikut saja. Nanti oper di Genteng. Tapi samean tetep harus mbayar mas.”
Orang 2
:
“saya ndak punya apa-apa lagi mas selaen jam yang saya pake ini. Tapi nei Jam Arab. Eman saya mas.”
Orang 1
:
“coba liat jam-nya…. (diem sejenak sembari membolak-balik Jam Arab. Kemudian….). waaah… jam mahal ini…”
Orang 2
:
“iya mas… itu 2 juta belinya.”
Orang 1
:
“dah… saya beli 500rb yah.”
Orang 2
:
Jangan lah mas….
Orang 1
:
‘gini aja… sekarang saya bayar 300, nanti saya tambahi di Genteng satu juta lima ratus yah…”
Orang 2
:
“kok nanti mas…”
Orang 1
:
… dan seterusnya sehingga kedua aktor berusaha untuk mempengaruhi penumpang lain untuk membeli Jam Arab.

Itulah sekelumit script “drama” yang berhasil dimainkan para antagonis kehidupan dunia diawal perjalananku menuju eksotisme pulau para dewa di suatu malam tertanggal 4 Juli 2011. Sebuah pementasan drama dengan stereo bass+treble yang pas walau tanpa didampingi oleh seperangkat sound system sekelas Zildjian, Rollink, bahkan Sony ini, telah berhasil dipertontonkan sebagai pemecah suasana lesunya malam didalam sebuah bus tua-tua keladi yang saya tumpangi. Pementasan drama ini juga selayak menjadi penghangat bagi kulit saya yang sedang melawan dinginnya udara malam bertemperatur sekitar 15 derajat celcius (hehehe… kalo besar angka yang nei, saya ngarang.).  

Saya tidak akan mempermasalahkan modus apa yang melatarbelakagi pementasan drama oleh para antagonis ini. Karena tanpa dipermasalahkan di tulisan ini pun, apa yang mereka lakukan sudah menjadi sebuah permasalahan sosial tersendiri. Mereka akan menjual Jam Arab mereka dengan harga yang terlampau diluar koridor kewajaran. Semua pasti akan mengetahui dan mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah penipuan berkedok penjualan barang, walaupun ke-tahu-an ini akan diikuti oleh rentetan pertanyaan: “Mana pak polisi?? Kenapa yang kayak gini nei gak ditindak?? Kalo udah ditindak, kenapa masih ada?” dan lain sebagainya. Bahkan kalo perlu, sumpah serapah juga membumbui rentetan pertanyaan itu.  Ahahaha…. Saya hanya memahami tentang edannya zaman ini. Zaman yang telah mengakibatkan para aktor pementas drama menghalalkan segala cara untuk mengisi perut cacingan mereka. Aduuuuh… kasihan anak2 mereka yang harus makan dari harta yang tiada dapat dipastikan kadar ke-halal-annya.

Terlepas dari benar tidaknya niat para pementas drama, saya hanya tertarik pada suksesnya mereka mementaskan drama didalam bus yang saya tumpangi. Ganteng2 gini, saya pernah menjalani profesi sebagai pelatih drama sebuah kegiatan ekstra kurikuler di sekolah pinggiran kota jember lhooh... ahahaha…

Menurut saya, ada bebereapa hal yang menjadi indikator (*sok ilmiah) yang menjadikan pementasan drama malam ini terbilang sukses.

1.      Perfect pra-stage
Ada dua pemain dalam “pementasan drama” malam nei dan masing2 mereka masuk dari pintu yang berbeda, satu pemain berperan sebagai pengawas bus masuk dari pintu depan, sedang satu pemain lain yang berperan sebagai pemilik Jam Arab masuk dari pintu belakang. Mereka juga menempatkan posisi dengan  baik. Satu didepan dan yang lain dibelakang. Dengan posisi seperti ini dapat diharapkan attensi penumpang lebih banyak didapatkan.
Selain itu, mereka sepertinya sudah melakukan proses casting terlebih dahulu. Buktinya, seorang bersuara lantang diperankan sebagai pengawas bus, sedangkan yang bersuara lirih menjadi pemilik Jam Arab. Sangat pas dengan karakteristik yang dibutuhkan.

2.      Vocal yang baik
Bak halilintar… itulah kesan pertama yang saya dapatkan ketika orang pertama menyuarakan diri dengan congornya yang pandai bersilat lidah dan dengan volume yang mengagetkan. Suaranya jelas, intonasinya juga kuat dan pas, dan bahasanya pun tertata dengan baik walaupun mengesampingkan kaidah EYD utk sementara. Bagiku ini tidak begitu penting, karena koherensi yang dibuat sudah cukup tertata dengan baik. Wajar saja saya dibikin kaget dengan kemunculannya. Pun demikian dengan yang berperan sebagai penumpang pemilik Jam Arab. Suaranya pas dengan karakteristik yang mereka butuhkan. Bisa membuat “para kandidat korban penipuan” iba kepadanya.

3.      Catching Audience’s Attention
Pementasan drama yang bagus adalah ketika pementasan tersebut mendapatkan attensi (perhatian) dari para penontonnya. Dan begitulah yang terjadi pada malam ini, malam ketika saya mendapatkan suguhan pementasan drama yang apik. Attensi penumpang bus tertuju seluruhnya pada kedua aktor antagonis kehidupan pemeran drama ini. Waoow…. Layaknya pementasan drama professional saja, pementasan drama malam kali ini tak dapat membuat para penumpang melengoskan wajahnya untuk tidak memperhatikan aksi para antagonis. Apa yang saya liat dari raut-raut muka di wajah para penumpang malam nei, sudah cukup membuktikan bahwa drama ini mendapatkan attensi yang baik dari para “kandidat korbannya”. Oiya, sampai saya tuliskan tulisan ini, saya belum mendapatkan konfirmasi tentang korban para antagonis pemeran drama. Hanya saja, saya dapat informasikan bahwa pementasan drama ini adalah pengalaman saya yang kedua. Ketika kali pertama saya mendapatkan pementasan yang sama, saya mengetahui kalo ada seorang korban yang mendapatkan Jam Arab namun harus kehilangan sebuah hape dan sejumlah uang senilai 150rb.

Akhirnya, saya benar-benar harus mengacungkan super thumbs kepada para aktor pemain drama. Mereka benar2 mahir dan cukup bisa dibilang professional dalam mementaskan drama walaupun tanpa pendidikan formal layaknya pendidikan seni di Institut Seni Jogjakarta. Mereka cukup pantas disebut seniman walaupun dengan sense negatif. Bahkan mereka juga layak mendapatkan peran dalam setiap penayangan sinetron di negri ini dan kemudian meraih nominasi dalam penyelenggaraan award insan pertelevisian negri sebagai aktor antagonis terbaik.  

Para antagonis turun dari pentas seiring dengan saya yang mulai merasakan roda bus yang memutarkan rodanya. Pertanda perjalanan dengan waktu sekitar 7 jam ke negeri para dewa benar-benar dimulai. Ahahaha… jagung hangat juga menanti untuk dilahap. Sekali saya haturkan doa pengiring perjalanan…. “bismillahi majreeha wa mursaahaa, inna robbi la ghofuururrohiim”.

4 komentar:

boxoftea mengatakan...

bukannya kehidupan yang fana ini memang panggung sandiwara. protagonis pasti juga ada antagonis tentunya. cukup adil bukan? mungkin mereka hanya menjalankan peran mereka. ya, menjalankan peran antagonis mereka dengan baik ;)

nurish shufi mengatakan...

iya seh,, tapi cukup mereka ae yang berperan antagonis. daku gak mau. dirimu?? gak misan kan??
mugo dulur, kawan, kerabat, istri dan anak keturunanq juga demikian. semuga mereka menjadi pemeran protagonis yang sukses mengalahkan pemeran antagonis seperti suksesnya power ranger memerankan protagonis dalam filmnya. (*nyanyi---> go... go... power ranger..!!)

boxoftea mengatakan...

protagonis dan antagonis hanya sebuah ukuran yg diciptakan oleh manusia. selebihnya who knows? bisa saja lho tanpa sadar atau tanpa disengaja qta menjadi antagonis. ah, tapi semoga saja tidak secara sengaja. hhe.
amin. qta semua pastinya berusaha untuk melakukan hal yg baik. ;)

nurish shufi mengatakan...

yaah.. semoga ndak dadi sing antagonis. aamiin..