Saya
berani bertaruh untuk sebuah legalitas norma yang berjudgment tentang ketidakwajaran
dua wanita dewasa beraroma bedak, parfum menyengat, berkacamata hitam, bersolek
lebay, dan berpakaian ketat minim, yang ada di larutnya malam di sebuah remang sepinya
ruang publik bernama terminal. Unfortunately, saya secara tak disangka berjarak sangat dekat
dengan keberadaan mereka, yakni berada di satu “gerobak” malam dalam keadaan
menunggu. Cemas adalah kata yang tepat bagi saya kali ini. Beruntung
songkok putih
yang kemudian saya kenakan benar-benar bisa memerankan peran tambahannya sebagai
pelindung sehingga menyelamatkan atau setidaknya membuat saya tenang kali ini. Entah
aura apa yang disimbolkan oleh songkok putih sehingga mereka berdua tak sedikit
pun menanyakan perihal apapun pada saya dan mereka terlihat sopan dihadapan saya.
Untuk
sebuah kepentingan belajar, di awal pekan pertengahan Mei lalu saya harus
bertolak menuju kota berjarak 5-6 jam perjalanan menggunakan moda transportasi
umum. Namun jarak tersebut bisa saja membengkak lantaran limitasi jam
keberangkatan bus yang ada di kota kecil tempat saya tinggal. Dan untuk malam
kali ini, saya telat naek bus dan 5-6 jam bukanlah waktu yang cukup untuk
perjalanan pulang saya. Rute memutar yang saya lalui oleh karena tidak adanya
bus yang langsung menuju ke kota saya, mengharuskan saya melalui terminal di
kota tetangga. Tepat pukul 00.31 am bus yang saya tumpangi memasuki terminal
dan menandai awal penantian sebuah keberangkatan colt (baca: gerobak atau taxi)
malam sebagai estafet terakhir yang akan membawa saya pulang kali ini.
Kernet
colt menyambut turunnya saya beserta 2-3 orang calon penumpang lain dari bus
yang kami tumpangi. Directly, dia
menunjukkan colt yang sedianya akan membawa pulang saya. Sangatlah mudah bagi
saya untuk mengetahui bahwa Colt jenis Mitsubishi L-300 bergaya ompreng ini
telah dimasuki oleh dua wanita, yang pada awalnya saya perkirakan hanyalah
penumpang biasa. Kernet pun mempersilahkan saya untuk beristirahat sambil
(mungkin) tiduran di dalam kendaraan sembari menunggu penuhnya colt dengan penumpang.
Maklum, untuk menutup biaya perjalanan, colt ini wajib memenuhi kuota maksimal
penumpang. Namun, dengan alasan ingin mencari angin segar terlebih dahulu, saya
hanya memberitahukan keberadaan saya di dekat kantor terminal pada si kernet.
Pada saat ini, saya hanya duduk-duduk mengobrol dengan angin malam sambil
sesekali menjawab telpon dari orang tua saya yang sedari tadi menanti
kedatangan dan mengkhawatirkan keberadaan saya. Itu semua saya lakukan sebagai
bentuk penantian keberangkatan colt tersebut.
Merasa
melakukan penantian yang sepertinya tak akan berujung, ditambah dengan rasa
kantuk yang tak terkantikan, saya beranjak ke colt dan berniat beristirahat,
rebahan, atau tiduran didalamnya. Pintu terasa sulit untuk dibuka sehingga sang
kernet harus saya panggil dari cangrukan kopinya agar bersedia membukakan pintu
untuk “sang raja”. Ihihihi…. Sekali lagi saya bilang kalo colt ini bergaya
omprengan dan sangatlah wajar bila saya menyebutnya sebagai gerobak reyot
bermesin. Ahahaha….
Sesaat
pintu terbuka, saya segera memasuki si ompreng. Aroma bedak tercium kuat sedari
ini dan bodohnya saya adalah ketika hanya berbaik sangka bahwa bedak tersebut adalah
untuk pengusir nyamuk. Sambil menutup kembali pintu colt ompreng, sang kernet
pun lemparkan canda perihal aroma bedak ini pada si dua wanita dewasa didalam
colt. Semenjak inilah saya sadar bahwa saya berada pada lingkungan yang tidak
mengenakkan. Merasa harus segera bertindak, saya pun puter otak untuk menamengi
diri. Tangan merogoh tas berharap ada sesuatu yang tersangkut pada jemari saya.
Yaps, si songkok kain kecil berwarna putih tersangkut dijemari saya. Segera
saya kenakan dan bersikap cuek terhadap apapun yang orang lain lakukan. Dan
ternyata manjuuur…. Dari raut dua wanita dewasa yang saya tangkap ketika mereka
menoleh pada saya di baris duduk belakang, saya bisa menyimpulkan kalo mereka
bergumam hati, “dengan songkok putihnya, pasti anak ini adalah kyai (karbitan)”.
Ahahaha… suksees…!! Pikir saya berkata, “I’am safe so far”.
Sesaat
kemudian alert Samsung saya beraksi pertanda sms baru ada di inbox. Itulah sms
telat dari abah saya yang mengatakan untuk berhati-hati akan adanya wanita penghias
remang gelap malam yang biasa mangkal di colt terminal. Sial…. Sms ini telaat.
Dudududuuuu….. tapi saya berpositif thinking saja bahwa ini adalah
keberuntungan saya. Setidaknya sebagai peringatan. Dan memang iya, keberuntungan
berlanjut tatkala ada sepasang suami istri yang kemudian menyusul masuk kedalam
colt. Amaaaan….!! Saya aman. Horee…!! Tak lama menunggu, si ompreng mulai bergeliat
berangkat. Eiiits, masih berlanjut lhoh keberuntungan saya. Yaitu ketika
seorang yang sepertinya ulama setempat lengkap dengan kopyah itemnya ikut menumpang
dalam colt. Ihiiiir… perfectly I am safe.
Itulah
sekelumit cerita saya dimalam yang cukup membuat saya dag… dig… dug… door… saya
semakin yakin tentang kemanjuran songkok putih sebagai pelindung umat. Ahaha…
mulai saat ini, sepertinya saya akan bertekad untuk selalu mengenakan penutup
kepala sebagai asesoris ketika dalam perjalanan. How ‘bout you?
1 komentar:
itulah hebatnya dari simbol2 agama islamyang mampu melindungi pemakainya sayang ahir 2 ini malah di remehkan oleh kebanyakaan orang
Posting Komentar