Selasa, 03 Juli 2012

Kopiah vs Terminal Malam


Saya berani bertaruh untuk sebuah legalitas norma yang berjudgment tentang ketidakwajaran dua wanita dewasa beraroma bedak, parfum menyengat, berkacamata hitam, bersolek lebay, dan berpakaian ketat minim, yang ada di larutnya malam di sebuah remang sepinya ruang publik bernama terminal.  Unfortunately,  saya secara tak disangka berjarak sangat dekat dengan keberadaan mereka, yakni berada di satu “gerobak” malam dalam keadaan menunggu. Cemas adalah kata yang tepat bagi saya kali ini. Beruntung
songkok putih yang kemudian saya kenakan benar-benar bisa memerankan peran tambahannya sebagai pelindung sehingga menyelamatkan atau setidaknya membuat saya tenang kali ini. Entah aura apa yang disimbolkan oleh songkok putih sehingga mereka berdua tak sedikit pun menanyakan perihal apapun pada saya dan mereka terlihat sopan dihadapan saya.

Untuk sebuah kepentingan belajar, di awal pekan pertengahan Mei lalu saya harus bertolak menuju kota berjarak 5-6 jam perjalanan menggunakan moda transportasi umum. Namun jarak tersebut bisa saja membengkak lantaran limitasi jam keberangkatan bus yang ada di kota kecil tempat saya tinggal. Dan untuk malam kali ini, saya telat naek bus dan 5-6 jam bukanlah waktu yang cukup untuk perjalanan pulang saya. Rute memutar yang saya lalui oleh karena tidak adanya bus yang langsung menuju ke kota saya, mengharuskan saya melalui terminal di kota tetangga. Tepat pukul 00.31 am bus yang saya tumpangi memasuki terminal dan menandai awal penantian sebuah keberangkatan colt (baca:  gerobak atau taxi) malam sebagai estafet terakhir yang akan membawa saya pulang kali ini.

Kernet colt menyambut turunnya saya beserta 2-3 orang calon penumpang lain dari bus yang kami tumpangi. Directly, dia menunjukkan colt yang sedianya akan membawa pulang saya. Sangatlah mudah bagi saya untuk mengetahui bahwa Colt jenis Mitsubishi L-300 bergaya ompreng ini telah dimasuki oleh dua wanita, yang pada awalnya saya perkirakan hanyalah penumpang biasa. Kernet pun mempersilahkan saya untuk beristirahat sambil (mungkin) tiduran di dalam kendaraan sembari menunggu penuhnya colt dengan penumpang. Maklum, untuk menutup biaya perjalanan, colt ini wajib memenuhi kuota maksimal penumpang. Namun, dengan alasan ingin mencari angin segar terlebih dahulu, saya hanya memberitahukan keberadaan saya di dekat kantor terminal pada si kernet. Pada saat ini, saya hanya duduk-duduk mengobrol dengan angin malam sambil sesekali menjawab telpon dari orang tua saya yang sedari tadi menanti kedatangan dan mengkhawatirkan keberadaan saya. Itu semua saya lakukan sebagai bentuk penantian keberangkatan colt tersebut.

Merasa melakukan penantian yang sepertinya tak akan berujung, ditambah dengan rasa kantuk yang tak terkantikan, saya beranjak ke colt dan berniat beristirahat, rebahan, atau tiduran didalamnya. Pintu terasa sulit untuk dibuka sehingga sang kernet harus saya panggil dari cangrukan kopinya agar bersedia membukakan pintu untuk “sang raja”. Ihihihi…. Sekali lagi saya bilang kalo colt ini bergaya omprengan dan sangatlah wajar bila saya menyebutnya sebagai gerobak reyot bermesin. Ahahaha….

Sesaat pintu terbuka, saya segera memasuki si ompreng. Aroma bedak tercium kuat sedari ini dan bodohnya saya adalah ketika hanya berbaik sangka bahwa bedak tersebut adalah untuk pengusir nyamuk. Sambil menutup kembali pintu colt ompreng, sang kernet pun lemparkan canda perihal aroma bedak ini pada si dua wanita dewasa didalam colt. Semenjak inilah saya sadar bahwa saya berada pada lingkungan yang tidak mengenakkan. Merasa harus segera bertindak, saya pun puter otak untuk menamengi diri. Tangan merogoh tas berharap ada sesuatu yang tersangkut pada jemari saya. Yaps, si songkok kain kecil berwarna putih tersangkut dijemari saya. Segera saya kenakan dan bersikap cuek terhadap apapun yang orang lain lakukan. Dan ternyata manjuuur…. Dari raut dua wanita dewasa yang saya tangkap ketika mereka menoleh pada saya di baris duduk belakang, saya bisa menyimpulkan kalo mereka bergumam hati, “dengan songkok putihnya, pasti anak ini adalah kyai (karbitan)”. Ahahaha… suksees…!! Pikir saya berkata, “I’am safe so far”.

Sesaat kemudian alert Samsung saya beraksi pertanda sms baru ada di inbox. Itulah sms telat dari abah saya yang mengatakan untuk berhati-hati akan adanya wanita penghias remang gelap malam yang biasa mangkal di colt terminal. Sial…. Sms ini telaat. Dudududuuuu….. tapi saya berpositif thinking saja bahwa ini adalah keberuntungan saya. Setidaknya sebagai peringatan. Dan memang iya, keberuntungan berlanjut tatkala ada sepasang suami istri yang kemudian menyusul masuk kedalam colt. Amaaaan….!! Saya aman. Horee…!! Tak lama menunggu, si ompreng mulai bergeliat berangkat. Eiiits, masih berlanjut lhoh keberuntungan saya. Yaitu ketika seorang yang sepertinya ulama setempat lengkap dengan kopyah itemnya ikut menumpang dalam colt. Ihiiiir… perfectly I am safe. 

Itulah sekelumit cerita saya dimalam yang cukup membuat saya dag… dig… dug… door… saya semakin yakin tentang kemanjuran songkok putih sebagai pelindung umat. Ahaha… mulai saat ini, sepertinya saya akan bertekad untuk selalu mengenakan penutup kepala sebagai asesoris ketika dalam perjalanan. How ‘bout you? 

1 komentar:

umarrifai777@yahoo.co.id mengatakan...

itulah hebatnya dari simbol2 agama islamyang mampu melindungi pemakainya sayang ahir 2 ini malah di remehkan oleh kebanyakaan orang